Minggu, 13 Maret 2016

BAHAYA FILM HOROR BAGI MENTAL ANAK-ANAK



BAHAYA FILM HOROR BAGI MENTAL ANAK-ANAK

                             “Horor" istilah itu sendiri memiliki arti mengerikan. Ketika datang untuk menonton setiap film horor, maka benar-benar memberi kita kesan menyeramkan. Film horor merupakan  sebuah genre film yang berusaha menarik reaksi emosional negatif dari penonton yang menimbulkan efek takut bagi sang penonton tersebut. Biasanya film-film horor sering menampilkan berbagai adegan yang menakut-nakuti penonton melalui sarana yang mengerikan , karena berulang kali menutupi dengan genre fantasi dan fiksi ilmiah. Film horor juga sering sebagian tertutup dengan genre film thriller.

Berikut ini merupakan beberapa dampak buruk menonton film horor bagi anak-anak:
Ketika menonton Film horor pasti perasaan takut,was-was,deg-degan dan histeris akan muncul. Film ini seakan dibuat untuk menakut-nakuti, mempengaruhi secara langsung, mengajak seseprang untuk berimajinasi dan masuk ke alam yang di suguhkan sang empunya film dan menyebabkan mental penonton menjadi tegang,dan konsistensi adrenalin pun meningkat. Teriakan dan jerit ketakutan serta  hesteris seakan menjadi penanda Film horor telah sukses dan pada saat itulah penonton merasa puas dan merasa kebutuhannya ataukeinginannya terpenuhi begitujuga sang pembuat film. Itulah mungkin bagi penonton  dalam hal ini mungkin orang dewasa ihwal atau sensasi keasyikan dan keindahan menonton Film horor. Tapi bagi anak-anak Film ini akan membawa corak yang berbeda. 

Tayangan Film horor bagi anak-anak jelas-jelas mempunyai pengaruh yang tidak selalu mengarah ke positif. Adegan tayangan yang penuh dengan aroma pembunuhan,pembantaian, eksekusi, deg-degan dan rasa takut, akan hantu-hantu yang mesterius, perasaan mistis, dan tekanan-tekanan mental lainnnya akan ikut mempengaruhi dan membentuk karakteriskstik serta kepribadian seorang anak.

Masa anak-anak adalah masa dimana kondisi kejiwaannya masih cendrung imitative dan sangat labil untuk terpengaruh bisikan-bisikan maupun intimidasi dari luar,kalau tidak percaya coba anda liat anak-anak yang menonton animasi,naruto misalnya,maka dia akan mengikuti gaya ataupun jurus dar. Setiapi Naruto, atau power rangers mungkin, maka mereka akan membayangkan diri mereka menjadi power rangers, itu karena mereka sangat mudah terpengaruh oleh sesuatu yang baru, tanpa banyak pertimbangan apakah itu baik atau buruk, akan selalau ingin ditiru. Apa yang dilihat yang dirasakan dari lingkungan sekitar akan turut membentuk pola perkembangan anak. Meski anak-anak dilahirkan dalam keadaan fitrah tapi lingkunganya kurang baik, maka potensi kefitrahanya akan tercoreng,lingkungan akan membentuk suatu karakteristik tersendiri dari seorang anak,Lingkungannya lah yang seakan menjadi pokok pedoman atau filosofi saat si anak membentuk kepribadiannya.
 
 Film horor yang mempunyai banyak muatan mesterius akan banyak mempengaruhi kepribadian seorang anak. Anak-anak yang selalu dihadapkan dengan suatu hal yang mesterius akan membentuk karakter kepribadian yang penakut, minder dan tidak percaya diri. Dalam Film horor pasti ada sesuatu yang mesterius, baik itu dengan hantu dan aroma pembunuhan,eksekusi,dan gambaran-gambaran jeritan ketakutan. Adegan itu akan membuat seseorang, apalagi anak-anak akan merasa ketakutan.

Kesehariannya pasca menonton Film horor anak-anak biasanya akan selalau dilanda dengan kecemasan dan ketakutan.Mereka cenderung penakut untuk keluar ataupun berjalan sendiri karena gambaran mistis atau hantu yang mereka dapatkan dari film horor, tentu saja Ini buah dari tayangan Film horor. Mungkin orang dewasa tidak akan mengalami hal ini secara langsung mengingat mereka sudah biasa membedaan mana  hal yang termasuk  objektif atau yang sesungguhnya dan mana yang fiktif atau karangan belaka. Tapi anak-anak yang biasanya hanya bisa cepat meniru apa-apa yang dilihat, dirasakan dan dimasukan dalam kepribadiannya.Dan hal yang dilihat dan di rasakan itulah yang akan membentuk kepribadiaannya dalam beraktivitas sehari-hari.

Dalam Film horor juga penuh dengan adegan-adegan mistis. Adegan mistis sebenarnya hanya akan mengajari anak-anak untuk tidak berfikir rasional atau tidak berfikir nyata (realistis) dan hanya percaya pada klenik dan fiktif berdasarkan pengalaman visual dan psikologi mereka. Anak-anak  masih cenderung belum bisa membedakan mana kehidupan yang nyata dan benar-benar ada atau dapat terwujud dan mana kehidupan yang fiktif atau rekaan belaka. Ketika Film horor itu telah membentuk pengetahuan dan terinternalisasi dan terkolektivitas langsung dalam diri anak, maka anak-anak akan membentuk pola hidup dan karakter yang mistis.

Selalu kita jumpai alur Film horor tidak akan pernah lepas dari balas dendam dari seorang hantu yang sebelumnya telah dibunuh atau bahkan kadang diperkosa. Dari situ biasanya Sang hantu akan muncul dan menakut-nakuti ataupun meneror seseorang yang dianggap musuhnya. Adegan ini menyimpan dua makna, balas dendam dan adegan kekerasan yang sama-sama membawa efek negative bagi anak-anak.akibatnya pembentukan karakter pendendam dan penekut juga bisa terbentuk,kekerasan yang mereka liat membentuk sifat pembangkang,pemarah atau bahkan melawan orang tua, itu tentunya suatu hal yang paling tidak kita inginkan.

Adegan balas dendam dalam Film itu akan mempengaruhi mental anak-anak dalam setiap menghadapi persoalan dan masalah. Balas dendam adalah sifat yang menyimpan kebencian dengan motif tertentu. Kebencian itu tidak akan pernah lepas dan hilang kecuali sudah membalas terhadap lawanya, maka sesekali si anak dapat saja menebar ancaman pada siapapun yang dianggap lawannya belum lagi jika dia telah terpengaruh adegan mistis dalam cerita, yang jelasnya jangan sampai si anak memegang benda tajam dikala emosi atau timbul hasrat membalas dendam karena mungkin saja mereka tidak berfikiran panjang dan menyerang langsung secara membabibuta. Adegan-adegan inilah yang juga akan menjadi sumber dari segala kekerasan. Maka fenomena kekerasan yang banyak terjadi pada anak-anak saya kira juga tidak akan pernah lepas dari tayangan-tayangan.
                       
           Seperti pengalaman pribadi saya sendiri, ketika saya dan ketiga adik saya menonton film horor di rumah, mereka sangat antusias dan rasa ingin tahu nya bahkan lebih besar dari pada saya, ketika sosok-sosok hantu nya mulai muncul dalam adegan, satu persatu adik saya mulai mendekat dan menutup mata mereka dengan sebuah bantal, mereka juga mulai berteriak-teriak ketakutan, setelah selesai film itu kami tonton, 3 adik saya menjadi takut untuk bergerak kemanapun, walaupun sudah selesai mereka tetap saja ketakutan bahkan salah satu adik saya menangis karena saya takut-takuti, mereka menjadi tidak berani keluar kamar, tidak bisa ditinggalkan, dan selalu ingin disebelah saya. Malam harinya ketika mereka sudah tidur, saya melihat dua adik saya yang masih kecil mimpi buruk dan mengigau, mereka menangis ketakutan sampai seluruh tubuhnya berkeringat. Setelah kejadian itu mereka saya larang untuk menonton film horor lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Efek Film Porno terhadap Remaja



Efek Film Porno terhadap Remaja
            Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan IPTEK membuat tingkat kebutuhan masyarakat akan informasi menjadi sangat tinggi. Dengan kecanggihan-kecanggihan teknologi yang ada, memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan mudah. Dalam mendapatkan informasi tersebut, masyarakat menggunakan media massa, seperti: koran, radio, televisi, film, dan yang paling populer saat ini adalah melalui media sosial atau internet. Ya, media sosial atau internet merupakan sumber utama pencarian informasi yang digunakan oleh hampir sebagian besar masyarakat, khususnya oleh para remaja.
Hasil penelitian terbaru mencatat pengguna internet di Indonesia yang berasal dari kalangan anak-anak dan remaja diprediksi mencapai 30 juta pengguna. Sebanyak 98% dari anak dan remaja mengaku tahu tentang internet dan 79,5% di antaranya adalah pengguna internet. Data tersebut berdasarkan hasil penelitian berjudul "Keamanan Penggunaan Media Digital pada Anak dan Remaja di Indonesia" yang dilakukan lembaga PBB untuk anak-anak, UNICEF, bersama para mitra, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Universitas Harvard, AS. Studi ini menelusuri aktivitas online dari sampel anak dan remaja yang melibatkan 400 responden berusia 10 sampai 19 tahun di seluruh Indonesia. (kompas.com, 19/2/2014)
            Remaja dianggap sebagai suatu masa yang paling tidak jelas. Karena remaja adalah suatu masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Papalia dan Olds (2001) mendefinisikan masa remaja sebagai masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan atau awal dua puluhan tahun. Karena masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan, maka umumnya pada masa inilah seseorang berusaha mencari jati dirinya. Pada fase pencarian jati diri ini, umumnya remaja memiliki sejumlah karakter, seperti:
1.                  Sering gelisah, karena umumnya remaja memiliki angan-angan yang tinggi. Namun, ia belum memiliki kemampuan yang cukup untuk mencapai angan-angan tersebut yang menyebabkan remaja menjadi sering gelisah dan bingung.
2.                  Pertentangan, dalam mencari jati dirinya, remaja biasanya berkeinginan untuk lepas dari orangtua. Namun, remaja belum mampu untuk mandiri sehingga pertentangan kerap kali muncul dari dalam diri remaja. Keinginan untuk lepas dari orangtua dan melakukan kegiatan yang mereka inginkan seringkali menimbulkan pertentangan yang membuat perdebatan antara orangtua dan remaja terjadi.  
3.                  Suka mengkhayal, remaja umumnya memiliki keinginan untuk menjelajah dan berpetualang yang tinggi. Namun, keinginan untuk berpetualang tersebut seringkali terkendala oleh orangtua ataupun biaya. Hal ini menyebabkan mereka hanya bisa mengkhayal dan menyalurkan khayalan tersebut melalui dunia fantasi.
4.                  Keinginan mencoba segala sesuatu, remaja memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Mereka rentan mencoba segala sesuatu yang dianggap baru dalam rangka menemukan jati diri mereka.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, remaja dengan karakter-karakter di atas akan berusaha mencari jati diri mereka dengan menggunakan berbagai cara. Salah satunya dengan perkembangan teknologi sekarang ini, yaitu melalui internet. Dengan arus globalisasi yang kuat ini, remaja seringkali kehilangan arah dan kontrol dalam menemukan dan mendapatkan informasi. Jalaluddin Rakhmat (dalam Subandy, 1997:39) kemudian memperlihatkan kemungkinan pengaruh teknologi informasi pada perubahan perilaku sosial di kalangan remaja. Bukan tidak mungkin, pengaruh teknologi informasi ini mewarnai gaya hidup para remaja. Hal ini karena tanpa disadari isi dari media yang diakses dapat mempengaruhi struktur kognitif dan afektif para remaja.
Film pornografi merupakan salah satu efek dari arus globalisasi saat ini yang sangat mudah diakses oleh para remaja dengan pemanfaatan teknologi informasi atau melalui internet. Film pornografi adalah suatu karya cipta dengan menggunakan media komunikasi massa audio-visual dan dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam dalam pita seluloid, pita video, atau hasil teknologi lainnya, yang mempertunjukkan ketelanjangan dan kecabulan yang dapat membangkitkan hasrat seksual para khalayak (repository.usu.ac.id). Selama ini, remaja umumnya telah menempatkan media massa sebagai sumber informasi seksual yang lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya. Hal ini karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksualitas remaja (Brown, 2003 dalam Wibowo, 2004).
Cline (1996) mengemukakan 4 dampak progresif dari film pornografi:
1.                  Kecanduan, di mana hasrat untuk menikmati tayangan-tayangan pornografi membuat orang kehilangan penguasaan diri.
2.                  Meningkatnya nafsu liar di mana orang menjadi kurang puas dengan hubungan seksual yang normal dan masuk ke dalam pornografi yang semakin dan semakin brutal, biasanya guna memperoleh sensasi dan gairah yang sama.
3.                  Hilangnya kepekaan moral, di mana ia tidak lagi memiliki kepekaan moral terhadap tayangan-tayangan yang tidak wajar, yang tidak sah, yang menjijikkan, yang menyesatkan, tidak bermoral, melainkan menikmatinya sebagai tayangan yang dapat diterima dan mulai memandang orang lain sebagai obyek.
4.                  Pelampiasan, di mana khayalan diwujudkan dalam tindakan nyata yang jahat.
Dampak dari film pornografi ini sungguh terjadi bahkan pada seorang anak berusia 8 tahun di Bintara, Bekasi Barat. Anak ini melakukan pelecehan seksual pada tetangganya sendiri yang baru berusia 3 tahun. Anak ini mengaku melakukan hal tersebut setelah menonton film porno (news.viva.co.id, 13/04/2013). Fakta ini membuktikan bahwa film porno memberikan efek yang sangat buruk tidak hanya bagi remaja tetapi juga pada anak-anak. Hal ini sesuai dengan yang tertulis pada Cerita Remaja Indonesia (2001) bahwa tayangan media massa (khususnya film) yang menonjolkan aspek pornografi diyakini sangat erat hubungannya dengan meningkatnya berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada remaja.
Menurut saya, untuk mencegah dampak dari film porno di atas, kuncinya terdapat pada persepsi yang dibentuk masing-masing individu terhadap isi media yang ia akses. Karena seperti yang dikatakan Baldwin, Perry dan Moffit (2004) dalam Junaedi (2013) bahwa publik memang melihat dan membaca isi media, namun mereka mempunyai perspektif sendiri dalam menentukan apa yang mereka terima dan apa yang tidak mereka terima dari media massa.


Daftar Pustaka
Junaedi, Fajar. 2013. Komunikasi Politik: Teori Aplikasi dan Strategi Di Indonesia. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta