Hai hai....
Mimin kembali
lagi nih, kalian lagi apa? Mimin boleh tau nggak? Udah pada makan belum? Upsss...
maaf ya mimin lupa kalo hari ini kan masih puasa ya J J
Oiya...,
mimin lagi mau update nih? Ada yang tau mimin mau update apa? Coba tebak??? Hahahaha...
pasti pada nggak tau kan? Oke oke mimin bakal kasih tau apa yang mau mimin
bagikan lagi untuk kalian semua, hari ini mimin mau kasih tau tentang FILM
DOKUMENTER.
Ada yang
udah pernah nonton film yang satu ini gak? Pastinya ada dong kan? Tapi, apa
udah ada yang tau sejarah nya, jenis nya? Pasti belum kan? Berhubung karena
mimin lagi baik hati, hari ini kita akan bahas semua tentang dokumenter ya.
Jadi tetap baca tulisan ini dari
awal sampai akhir!!!!.
Film
dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan. Istilah
"dokumenter" pertama digunakan dalam resensi film Moana (1926)
oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John
Grierson, di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926.
Di Perancis, istilah dokumenter digunakan untuk
semua film non-fiksi, termasuk film mengenai perjalanan dan film pendidikan.
Berdasarkan definisi ini, film-film pertama semua adalah film dokumenter.
Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun. pada
dasarnya, film dokumenter merepresentasikan kenyataan. Artinya film dokumenter
berarti menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan.
Film dokumenter tidak
seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah rekaman peristiwa yang
diambil dari kejadian yang nyata atau sungguh-sungguh terjadi. Definisi
“dokumenter” sendiri selalu berubah sejalan dengan perkembangan film dokumenter
dari masa ke masa. Sejak era film bisu, film dokumenter berkembang dari bentuk
yang sederhana menjadi semakin kompleks dengan jenis dan fungsi yang semakin
bervariasi. Inovasi teknologi kamera dan suara memiliki peran penting bagi
perkembangan film dokumenter. Sejak awalnya film dokumenter hanya mengacu pada
produksi yang menggunakan format film (seluloid) namun selanjutnya berkembang
hingga kini menggunakan format video (digital). Berikut adalah ulasan singkat
mengenai perkembangan sejarah film dokumenter dari masa ke masa.
Era Film Bisu
Para pembuat film di
Amerika dan Perancis telah telah mencoba dan mendokumentasikan apa saja yang
ada disekeliling mereka dengan alat hasil temuannya. Beberapa dekade kemudian
sejalan dengan penyempurnaan teknologi kamera berkembang menjadi film dokumentasi
perjalanan atau ekspedisi. Awal munculnya film dokumenter secara resmi yang
banyak diakui adalah film Nanook of the north (1922) karya Robert Flaherty.
filmnya yang menggambarkan kehidupan seorang Eskimo bernama Nanook, dia
menghabiskan waktunya hingga enambelas bulan untuk
merekam aktifitas keseharian Nanook beserta keluarganya. kegiatan yang
didokumentasikan seperti berburu, tidur, makan, dan sebagainya. Sukses komersil
Nanook membawa Flaherty melakukan ekspedisi ke wilayah Samoa untuk memproduksi
film lagi yang berjudul Moana (1926). Walau tidak sesukses film Nanook namun
melalui film inilah pertama kalinya dikenal istilah “ducumentery” , dari ulasan
John Grierson di surat kabar New York Sun. Peran pentingnya untuk awal
perkembangan film dokumenter, para sejarawan menobatkan Flaherty sebagai Bapak
Film Dokumenter.
Era Menjelang dan Masa Perang Dunia
Film
dokumenter berkembang semakin kompleks di era 30-an. Munculnya teknologi suara
juga semakin memantapkan bentuk film dokumenter dengan teknik narasi dan
iringan ilustrasi musik. Pemerintah, institusi, serta perusahaan besar mulai
mendukung produksi film-film dokumenter untuk kepentingan yang beragam. Salah
satu film yang paling berpengaruh adalah Triumph of the Will (1934) karya
sineas wanita Leni Riefenstahl, yang digunakan sebagai alat propaganda Nazi.
Untuk kepentingan yang sama, Riefenstahl juga memproduksi film dokumenter
penting lainnya, yakni Olympia (1936) yang berisi dokumentasi even
Olimpiade di Berlin. Melalui teknik editing dan kamera yang brilyan,
atlit-atlit Jerman sebagai simbol bangsa Aria diperlihatkan lebih superior
ketimbang atlit-atlit negara lain.
Di Amerika,
era depresi besar memicu pemerintah mendukung para sineas dokumenter untuk
memberikan informasi seputar latar-belakang penyebab depresi. Salah satu sineas
yang menonjol adalah Pare Lorentz. Ia mengawali dengan The Plow that Broke
the Plains (1936), dan sukses film ini membuat Lorentz kembali dipercaya
memproduksi film dokumenter berpengaruh lainnya, The River (1937).
Kesuksesan film-film tersebut membuat pemerintah Amerika serta berbagai
institusi makin serius mendukung proyek film-film dokumenter. Dukungan ini
kelak semakin intensif pada dekade mendatang setelah perang dunia berkecamuk.
Era Pasca Perang Dunia
Setelah
pasca Perang Duni Kedua, film dokumenter mengalami banyak perubahan yang
signifikan. Film dokumenter semakin jarang diputar di teater-teater dan pihak
studio pun mulai menghentikan produksinya. Semakin populernya televisi
menjadikan pasar baru bagi film dokumenter. Para sineas dokumenter senior,
seperti Flaherty, Vertov, serta Grierson sudah tidak lagi produktif seperti pada
masanya dulu. Sineas-sineas baru mulai bermunculan dan didukung oleh kondisi
dunia yang kini aman dan damai makin memudahkan film-film mereka dikenal dunia
internasional.
Sineas
Swedia, Arne Sucksdorff menggunakan lensa telefoto dan kamera tersembunyi untuk
merekam kehidupan satwa liar dalam The Great Adventure (1954);
Oceanografer Jeacques Cousteau memproduksi beberapa seri film dokumenter
kehidupan bawah laut, seperti The Silent World (1954); Observasi kota
tampak melalui karya Frank Stauffacher, Sausalito (1948) serta Francis
Thompson, N.Y., N.Y. (1957). Mengikuti gaya eksotis Flaherty, John
Marshall memproduksi The Hunters (1956) mengambil lokasi di gurun
Kalihari di Afrika. Lalu Robert Gardner memproduksi salah satu film
antropologis penting, Dead Birds (1963) yang menggambarkan suku Dani di
Indonesia dengan ritual perangnya. Di Perancis, beberapa sineas berpengaruh
seperti Alan Resnais, Georges Franju, serta Chris Marker lebih terfokus pada
masalah seni dan budaya. Resnais mencuat namanya setelah filmnya, Van Gogh
(1948) meraih penghargaan di Venice dan Academy Award. Franju memproduksi
beberapa film dokumenter berpengaruh seperti Blood of the Beast (1948)
dan Hotel des invalides (1951). Sementara Marker memproduksi Sunday
in Peking (1956) dan Letter from Siberia (1958).
Perang
Dunia Kedua mengubah status film dokumenter ke tingkat yang lebih tinggi.
Pemerintah Amerika bahkan meminta bantuan industri film Hollywood untuk
memproduksi film-film (propaganda) yang mendukung perang. Film-film dokumenter
menjadi semakin populer di masyarakat. Sebelum televisi muncul, publik dapat
menyaksikan kejadian dan peristiwa di medan perang melalui film dokumenter
serta cuplikan berita pendek yang diputar secara reguler di teater-teater.
Beberapa sineas papan atas Hollywood, seperti Frank Capra, John Ford, William
Wyler, dan John Huston diminta oleh pihak militer untuk memproduksi film-film
dokumenter Perang. Capra misalnya, memproduksi tujuh seri film dokumenter
panjang bertajuk, Why We Fight (1942-1945) yang dianggap sebagai seri
film dokumenter propaganda terbaik yang pernah ada. Capra bahkan bekerja sama
dengan studio Disney untuk membuat beberapa sekuen animasinya. Sementara John
Ford melalui The Battle of Midway (1942) dan William Wyler melalui Memphis
Belle (1944) keduanya juga sukses meraih piala Oscar untuk film dokumenter
terbaik.
Pada akhir
50-an hingga pertengahan 60-an perkembangan film dokumenter mengalami perubahan
besar. Dalam produksinya, sineas mulai menggunakan kamera yang lebih ringan dan
mobil, jumlah kru yang sedikit, serta penolakan terhadap konsep naskah dan
struktur tradisional. Mereka lebih spontan dalam merekam gambar (tanpa diatur),
minim penggunaan narasi dengan membiarkan obyeknya berbicara untuk mereka
sendiri (interview). Pendekatan ini dikenal dengan banyak istilah, seperti
“candid” cinema, “uncontrolled” cinema, hingga cinéma vérité (di Perancis),
namun secara umum dikenal dengan istilah Direct Cinema. Beberapa faktor yang
mempengaruhi munculnya tren ini, yakni gerakan Neorealisme Italia yang
menyajikan keseharian yang realistik, inovasi teknologi kamera 16mm yang lebih
kecil dan ringan, inovasi perekam suara portable, serta pengisi acara televisi
yang popularitasnya semakin tinggi. Pendekatan Direct Cinema terutama banyak
digunakan sineas asal Amerika, Kanada, dan Perancis.
Direct Cinema
Di Amerika,
pengusung Direct Cinema yang paling berpengaruh adalah Robert Drew, seorang
produser yang juga jurnalis foto. Drew membawahi beberapa sineas dokumenter
berpengalaman seperti, Richard Leacock, Don Pannebaker, serta David dan Albert
Maysles. Drew memproduksi film-film dokumenter yang lebih ditujukan untuk
televisi, satu diantaranya yang paling berpengaruh adalah Primary
(1960). Film ini menggambarkan kontes politik antara John Konnedy dan Hubert
Humprey di Wisconsin. Drew bersama para asistennya merekam momen demi momen
secara spontan. Secara bergantian kamera mengikuti kemana pun dua politisi
tersebut pergi, di tempat kerja, bertemu publik di jalanan, berpidato, dan
bahkan ketika tengah bersantai di hotel. Dalam perkembangan Leacock,
Pannebaker, dan Maysles meninggalkan perusahaan milik Drew dan membentuk
perusahaan mereka sendiri. Beberapa diantaranya memproduksi film-film
dokumenter penting, seperti What’s Happening! The Beatles in New York
(1964) arahan Maysles Bersaudara yang dianggap merupakan film dokumenter
Amerika pertama tanpa penggunaan narasi sama sekali.
Di Perancis,
salah satu pengusung cinéma vérité yang paling berpengaruh adalah Jean
Rouch. Salah satu karyanya yang dianggap paling berpengaruh (bahkan di dunia)
adalah Cronicle of a Summer (1961). Rouch berkolaborasi dengan
sosiologis, Edgar Morin menggunakan pendekatan baru cinéma vérité, yakni tidak
hanya semata-mata melakukan observasi dan bersimpati namun juga provokasi. “You
push these people to confess themselves… it’s very strange kind of confession
in front of the camera, where the camera is, let’s say, a mirror, and also a
window open to the outside” ungkap Rouch. Dalam filmnya tampak Morin
berdiskusi dengan pelajar serta para pekerja di Kota Paris tentang kehidupan
mereka dengan melayangkan pertanyaan kunci, “Are you happy?”. Rouch
membiarkan subyeknya mendefinisikan sendiri masalah mereka secara alamiah
melalui performa mereka di depan kamera.
Sejak
pertengahan 60-an, pengembangan teknologi kamera 16mm dan 35 mm yang semakin canggih
serta ringan makin menambah fleksibilitas para pengusung Direct Cinema.
Sejak awal 60-an, hampir semua sineas dokumenter telah menggunakan teknik
kamera handheld untuk merekam segala peristiwa. Direct Cinema
juga berpengaruh pada perkembangan film fiksi secara estetik melalui gerakan new
wave, seperti di Perancis. Para sineas new wave seringkali menggunakan
kamera handheld, pencahayaan yang tersedia, kru yang minim, serta shot on
location. Bahkan film-film (fiksi) mainstream pun seringkali
mengadopsi teknik Direct Cinema untuk menambah unsur realisme sebuah adegan.
Pendekatan Direct Cinema secara umum berpengaruh perkembangan seni film
di dunia terutama pada era 60-an dan 70-an.
Warisan Direct Cinema dan Perkembangannya Hingga Kini
Dalam perkembangannya, Direct Cinema terbukti sebagai kekuatan yang berpengaruh
sepanjang sejarah film dokumenter. Berbagai pengembangan serta inovasi teknik
serta tema bermunculan dengan motif yang makin bervariasi. Salah satu bentuk
variasi dari Direct Cinema yang paling populer adalah “rockumentaries”
dokumentasi musik rock yang lebih beragam. Let it Be (1970) memperlihatkan grup
musik legendaris The Beatles yang tengah mempersiapkan album mereka. Woodstock:
Three Days of Peace & Music (1970) garapan Michael Wadleigh merupakan
dokumentasi dari festival musik tiga hari di sebuah lahan pertanian yang
menampilkan beberapa musisi rock papan atas. Woodstock sering dianggap sebagai
film dokumenter musik terbaik sepanjang masa dan menjadi dasar berpijak bagi film-film
dokumentasi sejenis berikutnya.
Nah itu tadi sejarah nya,
sekarang mimin mau kasi tau kalo film dokumenter itu juga punya jenis loh!!!,
siapa yang udah pada tau? Hem.... mimin yakin pasti lebih banyak yang gak tau
dibanding yang tau ya??? Oke okee, mimin kasih tau ya!!
Jenis-Jenis Film Dokumenter
Dokumenter modern
Para analis Box Office telah mencatat bahwa
genre film ini telah menjadi semakin sukses di bioskop-bioskop melalui
film-film seperti Super Size Me, March of the Penguins dan An Inconvenient Truth. Bila
dibandingkan dengan film-film naratif dramatik, film dokumenter biasanya dibuat
dengan anggaran yang jauh lebih murah. Hal ini cukup menarik bagi
perusahaan-perusahaan film sebab hanya dengan rilis bioskop yang terbatas dapat
menghasilkan laba yang cukup besar.
Perkembangan film dokumenter cukup pesat semenjak era
cinema verité. Film-film termasyhur seperti The Thin Blue Line karya Errol
Morris stylized re-enactments, dan karya Michael Moore: Roger
& Me menempatkan kontrol sutradara yang jauh lebih interpretatif. Pada kenyataannya,
sukses komersial dari dokumenter-dokumenter tersebut barangkali disebabkan oleh
pergeseran gaya naratif dalam dokumenter. Hal ini menimbulkan perdebatan apakah
film seperti ini dapat benar-benar disebut sebagai film dokumenter; kritikus
kadang menyebut film-film semacam ini sebagai mondo films atau docu-ganda.[1]
Bagaimanapun juga, manipulasi penyutradaraan pada subyek-subyek dokumenter
telah ada sejak era Flaherty, dan menjadi semacam endemik pada genrenya.
Kesuksesan mutakhir pada genre dokumenter, dan
kemunculannya pada keping-keping DVD, telah membuat film dokumenter menangguk keuntungan
finansial meski tanpa rilis di bioskop. Meski begitu pendanaan film dokumenter
tetap eksklusif, dan sepanjang dasawarsa lalu telah muncul peluang-peluang
eksibisi terbesar dari pasar penyiaran. Ini yang membuat para sineas dokumenter
tertarik untuk mempertahankan gaya mereka, dan turut memengaruhi para pengusaha
penyiaran yang telah menjadi donatur terbesar mereka.[2]
Dokumenter modern saling tumpang tindih dengan
program-program televisi, dengan kemunculan reality show yang sering
dianggap sebagai dokumenter namun pada kenyataannya kerap merupakan kisah-kisah
fiktif. Juga bermunculan produksi dokumenter the making-of yang
menyajikan proses produksi suatu Film atau video game. Dokumenter yang dibuat dengan
tujuan promosi ini lebih dekat kepada iklan daripada dokumenter klasik.
Kamera video digital modern yang ringan dan editing
terkomputerisasi telah memberi sumbangan besar pada para sineas dokumenter,
sebanding dengan murahnya harga peralatan. Film pertama yang dibuat dengan
berbagai kemudahan fasilitas ini adalah dokumenter karya Martin Kunert
dan Eric Manes: Voices of Iraq, di mana 150 buah kamera DV
dikirim ke Iraq sepanjang perang dan dibagikan kepada warga Irak untuk merekam
diri mereka sendiri.
Dokudrama
Pada perkembangannya, muncul sebuah istilah baru yakni
Dokudrama. Dokudrama adalah genre dokumenter di mana pada beberapa bagian film
disutradarai atau diatur terlebih dahulu dengan perencanaan yang detail.
Dokudrama muncul sebagai solusi atas permasalahan mendasar film dokumenter,
yakni untuk memfilmkan peristiwa yang sudah ataupun belum pernah terjadi.
Film kompilasi
Film kompilasi dicetuskan pada tahun
1927 oleh Esfir Shub dengan film berjudul The Fall of the Romanov
Dynasty. Contoh-contoh berikutnya termasuk Point of Order (1964)
yang disutradarai oleh Emile de Antonio mengenai pesan-pesan McCarthy dan
The Atomic Cafe yang disusun dari footage-footage yang dibuat oleh
pemerintah AS mengenai keamanan radiasi nuklir (misalnya, memberitahukan pada
pasukan di suatu lokasi bahwa mereka tetap aman dari radiasi selama mereka
menutup mata dan mulut mereka). Hampir mirip dengannya adalah dokumenter The
Last Cigarette yang memadukan testimoni dari para eksekutif
perusahaan-perusahaan tembakau di depan sidang parlemen Amerika
Serikat yang mengkampanyekan keuntungan-keuntungan merokok.
Nah itu tadi pembahasan kita tentang
film dokumenter? Gimana? Menambah wawasan kita kan? Tentunya dong...
Setelah ini mimin bakalan update
berita-berita yang lain nya tentang film, jadi kalian harus tetap main-main di
blog kita ya.
Sekarang waktunya mimin pamit dulu, selalu semangat dan semoga hari kalian
bahagia....
Bye bye....
DAFTAR PUSTAKAhttps://id.wikipedia.org/wiki/Film_dokumenter
RENATA EVLINA MANIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar